Haul Habib Ali bin Ahmad Al Aidid Pulau Panggang ke 132 – Menginspirasi Dengan Kisah Wali Keramat Habib Panggang
Yayasan Makam Habib Ali Bin Zen Al-Aidid, Panggang Island, Kepulauan Seribu Regency, Jakarta, Indonesia
Description
Pada tanggal 18 Juni 2023, keluarga besar Habib Ali bin Ahmad Al Aidid di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara akan menggelar Haul Habib Ali bin Ahmad Al Aidid Pulau Panggang ke 132.
Habib Ali dikenal sebagai Wali Keramat Habib Panggang. Ia adalah seorang ulama dan mubalig asal Hadramaut yang pada abad ke-18 datang ke Nusantara untuk berdakwah. Ia wafat pada tanggal 20 Zulkaidah 1312 H/1892 M.
Riwayat dan Perayaan Haul Habib Ali bin Ahmad Al Aidid Pulau Panggang ke 132
Sejak satu hari sebelum haul dilaksanakan, ratusan jemaah biasanya mulai berdatangan dari berbagai wilayah seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Bekasi, Banten, dan daerah lainnya. Pulau Panggang merupakan sebuah kelurahan tersendiri yang masuk dalam Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta.
Peringatan Haul Habib Ali bin Ahmad Al Aidid Pulau Panggang ke 132 biasanya diadakan pada hari Ahad pagi di musala kompleks makam. Mulai pukul delapan, jemaah sudah memenuhi kompleks makam, bahkan hingga ke pelataran. Ketika jemaah dan para tamu kehormatan akan memasuki kompleks makam, Habib Zen bin Hasan bin Hasyim Al-Aidid, cucu almarhum, memimpin salam ‘ibadallah, salah satu syair tawasul manakib Syekh Abdul Qadir Jailani. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan zikir, tahlil, dan selawat. Setelah itu, seluruh jemaah membaca surah Ya-Sin. Acara ziarah tersebut ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Habib Zen bin Hasan bin Hasyim Al-Aidid.
Setelah melakukan ziarah, para habib dan jemaah kembali ke aula makam untuk mengikuti tausiah dari para ulama dan pembacaan riwayat hidup (manakib) almarhum.
Kehidupan dan Dakwah Ulama Wali Keramat Habib Ali di Pulau Panggang
Pada abad ke-18, Habib Ali pertama kali datang ke Nusantara bersama empat temannya, yaitu Habib Abdullah bin Muhsin Alatas dari Kramat Empang Bogor, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor dari Bondowoso, Surabaya, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi dari Ampel, Surabaya, dan Habib Salim Alatas dari Malaysia. Habib Ali pergi ke Batavia sementara keempat temannya menyebar ke kota-kota dan daerah di atas.
Di Batavia, Habib Ali tinggal di Kebon Jeruk dan menikah dengan syarifah setempat, Zakhroh binti Syarif Muhsin Al-Habsyi. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang putra, Hasyim bin Ali Aidid. Ia berdakwah di sana selama sekitar dua tahun. Suatu hari, ia mendengar kabar bahwa di sebelah utara Jakarta terdapat sebuah pulau yang rawan perampokan dan jauh dari dakwah Islam, yaitu Pulau Panggang.
Keajaiban dan Karamah yang Dialami oleh Habib Ali bin Ahmad Al Aidid
Beberapa waktu kemudian, ia memutuskan untuk mengunjungi pulau tersebut. Ketika Habib Ali akan menyeberang, ternyata tidak ada perahu. Maka ia berfikir dan berdoa kepada Allah SWT. Seperti ulama-ulama besar lainnya, Habib Ali juga memiliki karamah. Tidak lama kemudian, muncullah seribu lumba-lumba yang mendekatinya. Ia kemudian meletakkan sajadah di atas punggung lumba-lumba tersebut dan berlayar menuju Pulau Panggang. Setelah itu, ia menetap di sana, mengajar, dan berdakwah.
Sosoknya sangat sederhana, gemar berkebersamaan, mencintai fakir miskin, dan anak yatim. Tidak mengherankan jika dakwahnya diterima dengan mudah oleh penduduk pulau dan sekitarnya. Dengan pendekatan tasawuf, terutama yang ia pelajari dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali, Habib Ali mengajar dan berdakwah ke seluruh pelosok pulau. Bahkan belakangan, ia meluaskan jaringan dakwahnya hingga ke Palembang, Singapura, dan Malaka.
Perlindungan Ilahi dalam Perampokan Pulau Panggang: Kisah Menakjubkan Habib Ali
Salah satu karamahnya terjadi pada suatu malam setelah berdakwah di Kramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. Habib Ali pulang ke Pulau Panggang dan di tengah laut, perahunya disergap oleh sekelompok perompak. Namun dengan tenang, Habib Ali melemparkan sepotong kayu kecil ke tengah laut. Secara ajaib, kayu tersebut berubah menjadi karang, dan perahu-perahu perompak terjerat di karang tersebut. Berkat pertolongan Allah SWT, Habib Ali dan rombongan selamat sampai di rumahnya di Pulau Panggang.
Pada suatu hari, penduduk Pulau Panggang diangkut ke Batavia dengan kapal Belanda, diduga untuk dieksekusi. Beberapa perahu kecil yang mengangkut penduduk ditarik dengan rantai besi ke arah kapal Belanda yang menjauh dari pantai. Setelah mendengar kabar tersebut, Habib Ali menangis lalu berdoa, “Ya Allah, selamatkan seluruh penduduk Pulau Panggang.” Doanya didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. Rantai besi yang digunakan untuk menarik perahu penduduk tersebut tiba-tiba putus, sehingga Belanda tidak jadi membawa penduduk ke Batavia.
Hingga akhir hayatnya, Habib Ali mengajar dan berdakwah di Pulau Panggang. Suatu malam, ia mendapatkan pertanda bahwa ia akan segera wafat. Pada saat itu, sebenarnya ia berencana pulang ke Palembang, tetapi ternyata tidak jadi. Ia mengatakan kepada para santrinya, “Saya tidak akan pergi ke Palembang.” Benar apa yang ia katakan, keesokan harinya, pada tanggal 20 Zulkaidah 1312 H/1892 M, ia wafat dan dimakamkan di sebuah kawasan di ujung timur Pulau Panggang.
Pada awalnya, jenazah almarhum akan dibawa ke Batavia untuk dimakamkan di sana. Namun, setelah jenazah berada di atas perahu dan berlayar beberapa saat, tiba-tiba tiang layar perahu patah dan perahu terdorong kembali ke Pulau Panggang. Kejadian ini terulang tiga kali berturut-turut. Akhirnya, penduduk desa memaknai peristiwa tersebut sebagai kehendak sang Habib agar dimakamkan di pulau itu.
Haul Habib Ali bin Ahmad Al Aidid Pulau Panggang ke 132 mengenalkan kita kepada Habib Ali bin Ahmad bin Zen Al-Aidid adalah seorang ulama besar yang langka, yang berani memulai dakwah di daerah terpencil dan berhasil mencapai kesuksesan. (**) Aji Setiawan
Ticket Information
Tickets
Event Calendar
Minggu, 18 Juni 2023